Kisah Kepribadian Ali bin Abi Thalib
Abu Shalih berkata; suatu hari Muawiyah berkata kepada
Dhirar bin Dhamrah, "Ceritakan kepadaku tentang Ali bin Abi Thalib." Dhirar
berkata, "Apakah engkau memaafkan saya?" Muawiyah, "Iya,
ceritakanlah." "Engkau memaafkan saya apa tidak?" "Saya tak
memaafkanmu kalau engkau tak menceritakannya."
"Jika memang saya harus menceritakannya juga, baiklah.
Ali bin Abi Thalib adalah sosok yang demi Allah, sangat jauh pandangannya, dia
sangat kuat, kata-katanya tegas, menghukum dengan adil, dari dirinya tersembur
ilmu pengetahuan, hikmah terlahir dari sosoknya, dia merasa tidak akrab dengan
dunia dan bunga-bunganya, dan dia senang dengan malam hari serta kegelapannya untuk
digunakan beribadah.
Demi Allah, dia adalah sosok yang banyak mengucurkan air
mata kekhusyukan, panjang berpikir, sering memberi, sering menasihati dirinya,
dia senang pakaian yang kasar, dan makanan yang keras. Dia demi Allah seperti
kita yang merasa takut jika ditanya tentang agama, dia yang memulai bicara jika
kita mendatanginya, dia juga yang mendatangi kita jika kita undang dia.
Dan kami demi Allah meskipun dia dekat dengan kami dan kami
dekat dengan dia namun kami tidak berbicara dengannya karena kewibawaannya, dan
kami juga tidak mulai berbicara denganya karena keagungannya. Jika dia
tersenyum, maka senyumnya laksana mutiara yang tersusun rapi. Dia memuliakan
orang yang beragama dengan baik, senang terhadap orang orang miskin. Orang yang
kuat tidak berani berbuat kebatilan, dan orang yang lemah tidak merasa putus
asa dari mendapatkan keadilannya. Saya bersaksi kepada Allah, saya pernah
melihatnya dalam beberapa kesempatan.
Saat malam hari sudah tiba, bintang gemintang sudah
menghiasi langit, dia berdiri di mihrabnya sambil memegang janggutnya, dia
terlihat berdiri tegak, namun dengan menangis sangat sedih, seakan-akan saya
mendengarnya saat dia berkata, "Dunia, dunia, apakah engkau ingin datang
kepadaku? Apa engkau ingin menggodaku? Jauh sekali kemungkinan itu, tipulah
orang selainku, karena saya telah menalakmu tiga kali sehingga tidak ada rujuk
lagi, umurmu pendek, kehidupanmu hina, sementara bahayamu besar. Ah, sangat
sedikit bekalku sementara sangat jauh perjalananku, dan sangat berbahaya jalan
yang mesti dilalui.
Dia berkata; Maka melelehlah air mata dari mata Muawiyah
sehingga jatuh ke jenggotnya. Dia pun menghapus air mata itu dengan lengan
bajunya. Dan orang-orang pun menangis. Kemudian Muawiyah berkata, "Semoga
Allah merahmati Abul Hasan Ali bin Abi Thalib, dia demi Allah adalah seperti
yang diceritakan. Bagaimana kesedihanmu terhadapnya, wahai Dhirar?" Dhirar
berkata, "Kesedihanku sebagaimana orangtua yang anaknya disembelih di
kamar pribadinya, yang kenangannya tidak pernah hilang, dan kesedihannya tidak
pernah lenyap.
---------------------
sumber : 500 Kisah Orang Sholeh. Karya Ibnul Jauzi, hal 22-24
Post a Comment for "Kisah Kepribadian Ali bin Abi Thalib"
Berkomentarlah dengan adab yang baik!